Rabu, 11 November 2009

MENCARI ILMU LADUNI (part 1)




Awal mula masuknya ilmu laduni di dalam hati seorang SALIK tidak diturunkan secara utuh dan siap pakai melainkan berangsur-angsur sesuai kebutuhan. Tidak seperti yang diduga para pencarinya yang mencari ilmu laduni/kesakten lewat tirakat-tirakat khusus, atau "tapa brata" yang dilakukan di gua-gua, di puncak gunung, di dalam hutan ataupun di kuburan-kuburan keramat, mereka membayangkan bisa memperoleh KESAKTIAN secara INSTAN.

Proses masuknya ilmu laduni itu awalnya secara global, lalu selanjutnya secara perincian. Seperti petani menanam, supaya pekerjaan tanam itu membuahkan hasil, maka yang ditanam adalah bibitnya, bukan tumbuhan yang bisa langsung berbuah. Lalu berproses sehingga bibit itu tumbuh menjadi tumbuhan dan kemudian berbuah. Artinya, yang dimaksud “global” adalah bibit yang disematkan dalam hati, sedangkan yang dimaksud “perincian” ibarat daun dan ranting tumbuhan yang mulai tumbuh. Ketika tumbuhan itu berbuah, maka buah itulah yang dimaksud dengan “sumber ilmu laduni”.

Oleh karenannya, ketika orang mencari “ilmu laduni” itu dengan jalan tirakat-tirakat khusus, dan apabila ternyata pencarian itu berhasil mendapatkan tahap pencapaian, terlebih apabila pencapaian itu sifatnya instan, maka bisa jadi yang masuk dalam hati tersebut bukan sumber ilmu laduni melainkan kekuatan(sulthon) setan Jin yang menipu. Jika demikian halnya, maka bisa jadi itu merupakan “istidroj” (kemanjaan) belaka yang bisa menjadi penyebab hancurnya manusia di dunia maupun di akhirat.

Proses masuknya ilmu laduni itu berjalan dengan hukum sebab akibat. Manakala sebab-sebab sudah mencukupi untuk adanya suatu ketetapan, maka akibatnya akan didatangkan sebagai janji Allah Ta’ala yang tidak akan pernah teringkari. Adalah sunnatullah yang tidak akan ada perubahan untuk selama-lamanya, maka siapa pun berpotensi mendapatkan ilmu laduni itu asal mampu membangun sebab-sebab dengan benar.

Manakala hati seorang hamba mampu mencapai batas-batas untuk terpenuhinya sebuah persyaratan, hal itu didapatkan sebagai buah mujahadah dan riyadhoh yang dilakukan, maka saat itu juga “sumber ilmu laduni” akan diturunkan di dalam hatinya, sebagai akibat yang baik. Namun demikian, ilmu laduni itu hanya diturunkan “sebagai rahmat dari Tuhanmu”, QS.ad-Dukhon.44/6. Artinya, ilmu laduni itu hanya diturunkan di dalam hati seorang hamba yang terlebih dahulu telah mampu memancarkan rahmat Allah Ta’ala kepada alam sekelilingnya, yaitu hati yang “rahmatan lil alamin”.

Proses pertama ilmu laduni itu diturunkan di dalam hati secara global. Sebagaimana “Al-Qur’an al-Karim” juga diturunkan petama kali dari Lauh Mahfud ke langit bumi di Baitul Izzah. Demikian yang dinyatakan Allah SWT. dengan firman-Nya :

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ (3) فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ (4) أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ (5) رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan * Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah *Urusan dari sisi Kami, sesungguhnya Kami adalah yang mengutus * Sebagai rahmat dari Tuhanmu, Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. QS. 44/3-6)

Sebagian Ulama berpendapat; yang dimaksud ليلة مباركة “Lailatin Mubaarokah” (malam yang penuh dengan berkah) adalah malam lailatul qodar. Juga ada yang mengatakan malam nishfu sya’ban, juga ada yang mengatakan malam baro’ah(malam kebebasan atau pengampunan dari segala dosa).

Maksudnya, oleh karena mujahadah dan dzikir yang dilakukan seorang SALIK telah mendapat penerimaan di sisi Allah Ta’ala, maka pada malam baro’ah itu sang pengembara itu akan mendapat kebebasan dari dosa-dosanya sehingga hatinya menjadi bersih dan suci serta telah memenuhi syarat untuk diturunkan potensi memahami ayat-ayat Al-Qur’an secara global. Keadaan itu seperti lampu ketika dinyalakan maka ruangan yang asalnya gelap menjadi terang benderang. Demikian pula ruangan dalam dada orang tersebut, yang asalnya gelap gulita menjadi terang benderang sehingga matahati yang asalnya buta dapat melihat. Dalam istilah lain, ketika dengan LAKUnya manusia telah berhasil me-Non Aktifkan potensi NEGATIFnya, maka secara otomatif potensi POSITIFnya akan AKTIF, ini adalah sunnatullah yg tidak ada perubahan lagi selamanya.

Qotadah dan Ibnu Zaid ra. berkata: Allah SWT. menurunkan Al-Qur’an secara keseluruhan di malam lailatul qodar dari Ummul kitab ke Baitul izzah di Langit bumi, kemudian Allah menurunkan kepada Nabi-Nya saw. di waktu malam dan siang hari selama dua puluh tiga tahun.
*Tafsir Qurthubi ayat 3. surat ad-Dukhon*.

Dikatakan malam penuh berkah, (Lailatul Mubaarokah) karena pada malam itu, Allah menurunkan berkah dan kebaikan serta pahala yang besar kepada hamba-Nya. “sebagai rahmat dari Tuhanmu”. Secara khusus kandungan ayat tersebut (QS. 44/3-6) berkaitan dengan peristiwa yang terjadi pada diri Rasul Muhammad saw, akan tetapi secara umum maknanya bisa dijadikan bahan kajian yang dapat digali sedalam-dalamnya, namun tentunya dengan mengikuti hidayah Allah. Sebab, Al-Qur’an al-Karim tidak hanya diturunkan untuk pribadi Rasul melainkan disampaikan kepada umat manusia sebagai “rahmatan lil ‘alamin”.

Jadi, dalam mengartikan malam “lailatul mubaarokah” tersebut tidak seharusnya secara tekstual saja seperti “malam lailatul qodar” dan “malam nishfu sya’ban”, namun juga secara kontekstual dengan mengambil makna secara filosofis. Oleh karena itu, yang dimaksud “lailatul mubarokah” itu boleh jadi dapat dicapai oleh kaum muslimin secara umum yang telah melaksanakan puasa satu bulan penuh di bulan Ramadhan seperti “lailatul qodar di bulan Ramadhan” dan juga boleh jadi secara khusus di dalam hati seorang hamba yang telah merampungkan pensucian hatinya, sehingga malam itu seorang hamba mendapatkan “lailatul qodar di luar Ramadhan”. (bersambung)



Sumber: http://www.facebook.com/notes/muhammad-luthfi-ghozali/mencari-ilmu-laduni-part-1/207117770358

1 komentar:

  1. Salam.

    Benar. Al-Qur’an al-Karim tidak hanya diturunkan untuk pribadi Rasul melainkan disampaikan kepada umat manusia sebagai “rahmatan lil ‘alamin”. Nur dari ALLAH, anugerah kerahmatan untuk sekalian alam.

    Benar. Nur Petunjuk (al-Quran) ibarat pelita yang menerangi kegelapan. Mujahadah dan zikir orang salik ibarat sumber tenaga yang menyemarakkan sinar dari pelita.

    Benar. Menurunkan petunjuk dalam satu malam amatlah mudah bagi-NYA. Namun DIA tidak memberati hamba-NYA dengan sekali ajaran 'massive', lalu diajar beransur-ansur sehingga sempurna penerimaan ilmu.

    Benar. Jin suka menipu. Syaitan terlalu banyak membisik kebatilan. Namun, apabila munculnya ilmu yang haq (benar) dari al-HAQ, maka tenggelamlah segala penipuan dan bisikan yang batil.

    BalasHapus