Rabu, 16 Desember 2009

TADBIR DAN CARA MENYIKAPINYA (SYARAH HIKAM BAB 4)


TADBIR DAN CARA MENYIKAPINYA

اَرِحْ نَفْسَكَ مِنَ التَّدْبِيْرِ, فَمَا قَامَ بِهِ غَيْرُكَ عَنْكَ لَا تَقُمْ بِهِ لِنَفْسِكَ

“Lenturkan hatimu untuk menerima apa yang sudah dalam pengaturan, apa saja yang sudah diatur oleh selainmu maka kamu jangan mengaturnya untuk dirimu”.


hikam
Mengatur diri untuk menerima dan mengikuti segala yang diatur Allah bagi diri sendiri merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang hamba. Menentukan pilihan terhadap apa yang sudah dipilihkan Allah untuk diri pribadi merupakan keharusan untuk dapat melaksanakan pengabdian hakiki. Hal itu disebabkan, karena hanya Allah yang Maha Pencipta, maka hanya Allah yang terlebih dahulu mengatur segala kehidupan alam semesta. Allah s.w.t menegaskan hal tersebut dengan firman-Nya:

وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ سُبْحَانَ اللَّهِ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia)”. (QS. al-Qashash(28)68)
Apabila ada pengaturan selain-Nya yang berjalan tidak sesuai dengan aturan Allah pasti akan sia-sia. Dan ketika masa tangguhnya telah terlewati, aturan itu pasti akan hancur berantakan tanpa ada bekasnya lagi.
Seorang hamba wajib melaksanakan ibadah, namun juga merupakan kewajiban yang tidak kalah pentingnya adalah mengatur dan memilih jenis ibadah tersebut minimal mendekati ketetapan yang sudah ditentukan Allah s.w.t sejak zaman azali. Caranya, menghadapi realita baik senang maupun susah dengan hati yang pasrah. Melenturkan hasrat dan semangat, mengikuti apa yang sedang dihadapi, karena yang sudah terjadi pasti sesuai dengan kehendak Allah untuk dirinya, dengan asumsi bahwa Allah tidak pernah salah di dalam berbuat.
Allah mencintai orang-orang yang beriman (QS.al Baqoroh/257). Adakah orang yang mencintai akan memberi sesuatu yang tidak layak bagi orang yang dicintai? Oleh karenanya, seluruh ketetapan Allah pasti merupakan hal yang terbaik bagi orang beriman. Namun demikian, tinggal bagaimana kekuatan iman orang tersebut dalam menyikapi ketetapan Allah itu dengan hati selamat. Ketika seorang hamba menghadapi sesuatu yang tidak sesuai dengan harapannya, menghadapi musibah dan fitnah misalnya. Sanggupkah hatinya tetap yakin bahwa hal tersebut merupakan ujian untuk meningkatkan keimanan dan kecintaannya kepada Allah. Jika tidak, berarti bukan Allah tidak mencintainya tetapi pertanda cintanya kepada Allah kurang sempurna.
Allah s.w.t adalah Sang Pencipta dan Sang Pengatur Alam Semesta, sebagaimana firman-Nya:

إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ مَا مِنْ شَفِيعٍ إِلَّا مِنْ بَعْدِ إِذْنِهِ ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ

“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafa`at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?.” (QS.Yunus( 10) 3)
Hanya Allah yang mengatur segala kejadian baik di langit maupun di bumi. Merupakan bagian dari aturan-Nya itu, Allah juga mentarbiyah hati hamba-hamba-Nya yang beriman. Dengan tarbiyah itu supaya iman di hati mereka tumbuh berkembang menjadi yakin dan ma’rifatullah. Oleh sebab itu, terhadap hamba-hamba yang dicintai itu, apa saja yang ada dalam kehidupan mereka senantiasa dijadikan sebagai sarana dan media supaya Allah s.w.t dapat berkomunikasi dan menyampaikan segala kehendak-Nya:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”. (QS.al-Anbiya’(21)35)
Keburukan dan kebaikan yang terjadi, semua itu bertujuan supaya seorang hamba senantiasa sadar bahwa ia harus kembali kepada Allah dalam keadaan baik sebagaimana asalnya. Kembali dalam keadaan sebagaimana fithrahnya. Untuk tujuan tersebut keburukan dan kebaikan dijadikan sebagai media fitnah atau ujian bagi hamba-hamba yang dicintai-Nya. Dalam menghadapi realita hidup tersebut, kekuatan iman adalah hal yang sangat menentukan supaya seorang hamba mampu menyikapinya dengan tepat.
Kalau iman dalam hati sudah kuat maka jiwa akan menjadi mantab. Kalau hati sudah percaya bahwa keduanya hanyalah sekedar batu ujian untuk menjaga kekuatan iman, maka apapun yang sedang dihadapi sesungguhnya secara hakiki hanya menghadapi Allah s.w.t sebagai kehendak dan pilihan-Nya.
Oleh karena itu, Allah s.w.t haruslah yang paling dicintai. Jika yang dicintai oleh seorang hamba hanya Allah, sedangkan yang selain-Nya sekedar sarana guna mengaktualisasikan kecintaan tersebut, maka baginya tidak ada pilihan dalam menghadapi realita, baik susah maupun senang pasti akan dirasakan sama-sama nikmat. Ketika menghadapi susah, hatinya malah menjadi senang, karena ia yakin bahwa di balik susah itu pasti ada senang. Namun sebaliknya, ketika sedang menghadapi senang, hatinya malah menjadi susah dan prihatin, karena ia tahu bahwa di balik senang itu pasti adalah susah menunggu giliran datang. Oleh karena itu, senang tersebut tidak dihabiskan sendiri, tetapi dibagi bersama orang-orang lain.
Orang beriman tidak boleh mengikuti kemauannya sendiri ketika ia tahu bahwa Allah sudah memilihkan ketetapan untuk dirinya, apabila hal tersebut dilakukan berarti ia berbuat durhaka kepada Tuhannya. Allah s.w.t telah menegaskan dengan firman-Nya:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”. (QS.al-Ahzab(33)36)
Sebagai seorang kholifah bumi, manusia harus mengatur diri sendiri supaya hidupnya menjadi baik, namun sebagai seorang hamba ia harus menerima segala aturan yang sudah ditetapkan Allah Ta’ala bagi dirinya. Padahal tidak banyak orang tahu, mana yang harus diatur dan mana yang sudah diatur oleh Allah untuk dirinya. Oleh karena itu, orang-orang beriman harus mampu mengenal siapa dirinya dan siapa Tuhannya. Mengenal hak dan kewajibannya di hadapan Tuhannya, itulah yang dimaksud ma’rifatullah. Dengan pengenalan tersebut mereka menjadi tahu, mana yang harus di atur mana yang harus diterima.
Apabila tidak demikian, apabila manusia hanya mengatur saja dan tidak mau menerima aturan Allah untuk dirinya, maka ketika aturannya tersebut ternyata tidak menghasilkan kenyataan sebagaimana yang diharapkan, seringkali mereka menjadi putus asa. Ketika aturan tersebut berkaitan dengan urusan secara horizontal, maka dari sinilah awal mula terbitnya penyakit hasud, iri dan dendam kepada sesama manusia. Terlebih ketika kemampuan hidupnya sudah menipis karena digerogoti usia yang  semakin habis sedangkan kenyataan hidup belum menunjukkan tanda-tanda menuju harapan dan keinginan, maka dalam kondisi demikian manusia bahkan menjadi stress dan kehilangan diri. Penyakit-penyakit datang bertumpukan karena hidup berjalan tidak seimbang.
Untuk menjadi kholifah bumi manusia harus membekali diri dengan ilmu pengetahuan dan untuk menjadi seorang hamba yang berma’rifat manusia harus memperbanyak berdzikir kepada Allah. Jadi perpaduan antara dzikir dan pikir yang dibangun secara seimbang dalam kehidupan akan mampu menjadikan jiwa menjadi kuat dan tahan uji. Menjadi manusia sempurna baik lahir mapun batin, lahirnya penuh dengan ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan batinnya penuh dengan hidayatullah. Itulah yang dimaksud dengan insan kamil. Allah Ta’ala memberikan sinyalemen dengan firman-Nya yang artinya:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal – (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.(QS.Ali Imran(3)190-191)


(malfiali, 28 Oktobar 2008)

2 komentar:

  1. Salam.

    Maa Syaa ALLAH, Laa Quwwata illaa biLLAH.

    BalasHapus
  2. Bapak, bapak mengaji agama dengan guru mana pak? Ada mempelajari ilmu Makrifat pak?

    BalasHapus